Hidupku adalah sebuah perjalanan panjang berproses. Beranjak dari sebuah buaian dan menghilang terbatas waktu. Langkah ini menepak membuat sebuah cerita, selalu saja ada kisah baru dalam episode langkah kaki.
Selasa, 27 Mei 2014
Minggu, 25 Mei 2014
Zhanna dan Saudara-saudaranya
ظَنَّ وَأَخَوَاتُهَا
Zhanna dan Saudara-saudaranya
وَأَمَّا
ظَنَنْتُ وَأَخَوَاتُهَا فَإِنَّهَا تَنْصِبُ الْمُبْتَدَأَ وَالْخَبَرَ
عَلَى أَنَّهُمَا مَفْعُولَانِ لَهَا، وَهِيَ: ظَنَنْتُ، وَحَسِبْتُ،
وَخِلْتُ، وَزَعَمْتُ، وَرَأَيْتُ، وَعَلِمْتُ، وَوَجَدْتُ، وَاتَّخَذْتُ،
وَجَعَلْتُ، وَسَمِعْتُ؛ تَقُولُ: ظَنَنْتُ زَيْدًا قَائِمًا، وَرَأَيْتُ
عَمْرًا شَاخِصًا، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ.
Adapun
zhanantu dan saudara-saudaranya menashabkan mubtada` dan khabar karena
keduanya adalah maf’ulnya. Yaitu: zhanantu, hasibtu, khiltu, za’amtu,
ra`aitu, ‘alimtu, wajadtu, ja’altu, sami’tu. Contohnya, ظَنَنْتُ زَيْدًا
قَائِمًا (Aku menduga Zaid berdiri), رَأَيْتُ عَمْرًا شَاخِصًا (Aku
melihat ‘Amr pergi), dan yang semisal itu.
Jumat, 16 Mei 2014
SAAT SEJENAK MENOREH KE BELAKANG
Ruang itu.....
senang sedih tawa tangis dan perjuangan ada disana..
rasa yang tak terukir yang tidak dapat di ungkapkan
hanya dalam rangkaian huruf yang membentuk suatu kata
yang terangkai kemudian membentuk sebuah kalimat..
senang sedih tawa tangis dan perjuangan ada disana..
rasa yang tak terukir yang tidak dapat di ungkapkan
hanya dalam rangkaian huruf yang membentuk suatu kata
yang terangkai kemudian membentuk sebuah kalimat..
Senin, 12 Mei 2014
BIARKAN SEMUANYA KELUAR
Biarkan semuanya keluar, biarkan semuanya keluar
Tak perlu berpura-pura menampakkan diri bahwa kau
kuat
Seseorang menggambar sebuah graffiti bunga di
dinding, dan gambar itu bergerak
Sabtu, 10 Mei 2014
Selasa, 06 Mei 2014
Yaa Rabbi...
Hanya Engkaulah yang berhak atas nasehat dan pertimbangan
Engkaulah yang punya pengertian
dan berhak atas penghakiman
Siapakah Aku ini
Silemah yang hanya bisa mengeluhkan gundah
Engkaulah yang punya pengertian
dan berhak atas penghakiman
Siapakah Aku ini
Silemah yang hanya bisa mengeluhkan gundah
Sabtu, 03 Mei 2014
Menjemput Rezeki
Setengah
jam menjelang adzan Dzuhur, dari kejauhan mata saya menangkap sosok tua
dengan pikulan yang membebani pundaknya. Dari bentuk yang dipikulnya,
saya hapal betul apa yang dijajakannya, penganan langka yang menjadi
kegemaran saya di masa kecil. Segera saya hampiri dan benarlah, yang
dijajakannya adalah kue rangi, terbuat dari sagu dan kelapa yang setelah
dimasak dibumbui gula merah yang dikentalkan. Nikmat, pasti. Satu yang paling khas dari penganan ini selain bentuknya yang kecil-kecil dan murah, kebanyakan penjualnya adalah mereka yang sudah berusia lanjut. "Tiga puluh tahun lebih bapak jualan kue rangi," akunya kepada saya yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraan bisa menemukan jajanan masa kecil ini. Sebab, sudah sangat langka penjual kue rangi ini, kalau pun ada sangat sedikit yang masih menggunakan pikulan dan pemanggang yang menggunakan bara arang sebagai pemanasnya.
Langganan:
Komentar (Atom)
